Senin, 02 Juli 2012

Ke Amerika


Tahun kedua bekerja di Perpustakaan IPB, tepatnya 1984, Aku mendapatkan kesempatan untuk belajar ke Amerika, tepatnya magang. Aku magang selama 4 bulan di Perpustakaan Kurt F. Wend Library di Faculty of Engeneering, University of Wisconsin, Madison. Ada pelajaran berharga dibalik persiapan tugas belajar atau magang ini. Sesungguhnya aku tidak pernah tahu bahwa ada program tugas belajar jangka pendek atau short term training ke Amerika. Tetapi sejak aku masuk kerja aku memang merasa harus mengasah bahasa Inggrisku. Honorku sebagai pegawai honorer waktu itu hanya Rp.30.000,- sebulan, namun aku sudah ikut kursus intensif bahasa Inggris dengan membayar Rp. 25.000,- sebulan. Aku lakukan itu karena aku menganggap penguasaan bahasa Inggris itu sangat penting untuk berkarir di masa depan. Untuk tambahan penghasilan buat makan aku menerima honor dari sebagai sekretaris jurusan dan honor mengajar (asisten dosen) di jurusan PIP. Kursus intensif itu aku hanya jalani tiga bulan saja. Selebihnya aku belajar sendiri. Setiap malam menjelang tidur aku selalu sempatkan membaca artikel berbahasa Inggris. Itu terus aku lakukan walaupun aku kurang begitu mengerti artinya. Kebiasaanku itu akhirnya berbuah juga. Aku dipanggil oleh sekretariat kerjasama IPB-Wisconsin Project, Ibu Rahardjo atau biasa dipanggil dengan Yu Non. Yu Non memanggil aku ke rumahnya pada malam minggu. Panggilannya disampaikan melalui mertua aku. Kebetulan Yu Non dengan mertua aku memang cukup akrab. Aku penuhi panggilannya ke rumahnya. Beliau memberitahu aku bahwa hari Senin aku harus ujian Bahasa Inggris di Jakarta. Aku tidak ingat tepatnya di gedung apa. Itu artinya aku hanya punya waktu satu hari untuk mempersiapkan ujian. Tidak mungkin persiapan belajar. Yang aku persiapkan adalah mencari fasilitas kendaraan agar bisa sampai ke tempat tes sepagi mungkin. Sebab tes dilakukan tepat pada pukul 8 pagi. Itulah untungnya aku nekad kursus bahasa Inggris dan mempunyai kebiasaan membaca bahasa Inggris. Hasilnya alhamdulillah aku lulus dan siap diberangkatkan ke Amerika untuk magang selama kurang lebih 4 bulan.

Menjadi PLH Kepala Perpustakaan


Pada tahun 1983 Kepala Perpustakaan IPB mendapatkan tugas ke Amerika Serikat selama kira-kira 4 bulan. Sebelum beliau berangkat, aku dipanggil. Saat itu, di ruang beliau, sudah ada Pak Slamet Ma’oen salah seorang dosen IPB dan sahabat Pak Fahidin, kepala Perpustakaanku. Satu lagi Pak Emir Siregar, juga dosen IPB dan ketua IRC. Beliau juga sahabat Pak Fahidin. Mereka sedang merundingkan siapa yang akan ditunjuk untuk menjadi pelaksana harian kepala Perpustakaan IPB dan pelaksana harian ketua jurusan PIP selama beliau ke luar negeri. Pilihan mereka jatuh padaku. Aku ditunjuk untuk menjadi PLH Kepala Perpustakaan selama kepala perpustakaan IPB menjalankan tugas ke luar negeri. Seingat aku yang menjadi PLH Ketua Jurusan PIP adalah Pak Slamet Ma’oen. Tetapi karena aku juga menjadi sekretaris di Jurusan PIP, maka pekerjaan-pekerjaan di Jurusan PIP tetap menjadi tanggung jawabku. Disinilah aku mulai belajar manajemen. Kata orang aku belajar dengan cara “learning by doing”.

Selama menjalankan manajemen perpustakaan sebagai PLH, aku banyak mendapatkan tantangan. Aku yang baru saja masuk menjadi pegawai negeri dan baru diangkat sebagai CPNS sudah diminta memimpin perpustakaan. Perpustakaan IPB lagi. Staf yang aku pimpin banyak yang sudah sangat senior dan sudah puluhan tahun bekerja di Perpustakaan IPB. Beberapa staf tersebut pernah menjadi Kepala Perpustakaan Fakultas sebelum ada perubahan struktur dan digabung menjadi Perpustakaan IPB. Aku melakukan pendekatan ke staf-staf senior perpustakaan dan selalu minta nasehat. Setidaknya aku selalu minta pendapat jika mau memutuskan sesuatu sebagai “second opinion”. Saat aku memutuskan siapa yang akan diangkat menjadi PNS pada saat itu, aku salah memutuskan. Aku tidak melihat senioritas pegawai honorer yang mau diangkat. Jadilah pegawai honorer yang lebih muda diangkat lebih dulu daripada pegawai yang lebih lama menjadi pegawai honorer. Sebetulnya keputusanku itu dikatakan salah juga tidak sepenuhnya benar. Sebab pada waktu itu aku lebih melihat kepada performance dan kompetensi pegawai yang akan diangkat. Aku memilih yang terbaik dari calon yang ada, bukan memilih berdasarkan senioritas. Namun akibatnya fatal bagi saya. Bertahun-taun aku tidak bisa mendekati staf yang merasa di”dzolimi” itu. Namun ketika yang bersangkutan pada akhirnya dapat diangkat mennjadi PNS, aku menjadi dekat dengan beliau, bahkan orang itu menjadi andalanku ketika aku memimpin bidang pelayanan.

Merangkap Sekretaris Jurusan


Pada saat aku baru menjalani 4 bulan dari 6 bulan yang harus aku jalani kuliah crash programme di UI, aku dipanggil oleh kepala perpustakaan. Kepala Perpustakaanku ini juga ketua jurusan di Jurusan Perpustakaan dan Informatika Pertanian, Fakultas Politeknik Pertanian. Aku diminta untuk menjadi sekretarisnya, karena sekretaris beliau mendapatkan tugas belajar mengambil gelar S2 di Amerika. Mula-mula aku menolak dengan alasan bahwa program belajarku di JIP-FSUI belum selesai. Alasan yang kedua adalah ada teman-teman yang tidak sedang tugas belajar dan bisa menjadi sekretaris di Jurusan PIP. Tetapi Pak Fahidin, Ketua Jurusan PIP, meyakinkan aku bahwa akulah yang paling tepat untuk memegang sekretaris jurusan yang memang diproyeksikan untuk jangka panjang. Karena itulah maka jadilah aku yang baru masuk ke perpustakaan, bahkan belum pernah bekerja sedikitpun, mendapatkan tugas rangkap yaitu menjadi sekretaris jurusan.

Hari-hari di Perpustakaan


Seperti telah dikisahkan hari pertama di perpustakaan aku sudah diminta untuk mengikuti pendidikan singkat di Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Sastra di UI. Selama enam bulan aku menimba ilmu perpustakaan di almamater keduaku tersebut. Pulang pendidikan aku tidak segera ditempatkan di bagian-bagian yang ada di perpustakaan IPB. Aku hanya membantu kepala Perpustakaan IPB mengerjakan tugas-tugas administrasi. Selain itu aku diminta untuk membuat rencana pengembangan perpustakaan IPB.

Aku kemudian menyusun rencana restrukturisasi organisasi Perpustakaan IPB. Ini aku lakukan karena aku melihat organisasi yang ada tidak efisien dan tumpang tindih. Usulanku ini berbuah pahit bagiku. Aku dimusuhi oleh pegawai-pegawai senior yang ada di Perpustakaan IPB. Namun aku pantang menyerah. Kelak terbukti bahwa restrukturisasi tersebut memang membawa perbaikan kepada kinerja Perpustakaan IPB. Sukses melakukan restrukturisasi organisasi Perpustakaan IPB, aku kemudian diminta oleh Kepala Perpustakaan IPB untuk memimpin Bidang Pelayanan di Perpustakaan IPB. Jabatan ini aku dijalani selama 6 tahun.

Kuliah di UI


Baru sehari Aku bekerja, aku dikirim oleh IPB untuk mengikuti program sertifikat untuk perpustakaan dan dokumentasi yang merupakan program pendidikan singkat kerjasama Dirjen Pendidikan Tinggi dengan Universitas Indonesia. Perkenalanku dengan dunia pustakawan dan kepustakawanan sesungguhnya dimulai disini. Mulailah aku berkenalan dengan katalogisasi, klasifikasi, sirkulasi, referensi dan istilah-istilah lain yang sebelumnya sama sekali asing ditelingaku. Aku masuk ke UI terlambat satu hari. Itu karena pengurusan surat ijin dari PR I yang mendadak sehingga tidak bisa segera selesai. Ada kejadian lucu ketika pertama kali aku masuk kelas di JIP-FSUI. Aku ditanya oleh ketua kelas dan disangka mahasiswa S1 nyasar salah masuk kelas. Itu karena postur tubuhku yang kecil dan masih pantas menjadi murid SMA atau paling tinggi kalau kuliah ya tingkat 1. Tapi aku meyakinkan ketua kelasku itu bahwa aku adalah bagian dari kelas mereka. Mula-mula aku memang tidak diperhitungkan di kelas. Karena aku paling muda, maka aku menjadi orang yang paling sering disuruh-suruh. Biasanya aku yang disuruh memfotokopi, mengambilkan overhead proyektor, mengecek dosen dan macam-macam pekerjaan.

Namun dengan berjalannya waktu aku terus mencuri simpati peserta lain dan dosen-dosen JIP-FSUI. Sesuai dengan semangat belajar dan semangat bersaingku maka Aku tidak mau kalah dengan peserta lain yang semuanya lebih tua usianya. Aku meraih nilai sangat bagus dan mendapatkan posisi peserta kedua terbaik. Hanya selisih nilai satu angka saja pada pelajaran yang sangat memerlukan kemampuan berbahasa Inggris dari seorang peserta yang memang dari Jurusan Sastra Inggris. Beberapa dosen yang dianggap “killer” oleh peserta pendidikan atau oleh mahasiswa reguler mampu aku “taklukkan”. Nilai-nilaiku untuk mata kuliah dosen “killer” itu malah bagus. Bahkan yang tidak pernah aku lupakan adalah seorang dosen senior, Ibu Kalangie, menawariku untuk menjadi dosen di JIP-FSUI. Sayang sekali tawaran itu tidak bisa aku terima karena aku sudah terlanjur menandatangani kontrak dengan Pembantu Rektor I IPB.